KAKAO/COKELAT
Cokelat umumnya diberikan sebagai hadiah atau bingkisan di hari raya.
Dengan bentuk, corak, dan rasa yang unik, cokelat sering digunakan
sebagai ungkapan terima kasih, simpati, atau perhatian. Bahkan sebagai
pernyataan cinta.
Cokelat juga telah menjadi salah satu rasa yang paling populer di
dunia, selain sebagai cokelat batangan yang paling umum dikonsumsi,
cokelat juga menjadi bahan minuman hangat dan dingin.
Sejarah Cokelat
Cokelat dihasilkan dari kakao (Theobroma cacao)
yang diperkirakan mula-mula tumbuh di daerah Amazon utara sampai ke Amerika Tengah. Mungkin sampai ke Chiapas, bagian paling
selatan Meksiko.
Orang-orang Olmec memanfaatkan pohon dan, mungkin juga, membuat
“cokelat” di sepanjang pantai teluk di selatan Meksiko. Dokumentasi
paling awal tentang cokelat ditemukan pada penggunaannya di sebuah situs
pengolahan cokelat di Puerto Escondido, Honduras
sekitar 1100 -1400 tahun SM [1].
Residu yang diperoleh dari tangki-tangki pengolahan ini mengindikasikan
bahwa awalnya penggunaan kakao tidak diperuntukkan untuk membuat minuman
saja, namun selput putih yang terdapat pada biji kokoa lebih condong
digunakan sebagai sumber gula untuk minuman beralkohol.
Residu cokelat yang ditemukan pada tembikar yang digunakan oleh suku
Maya kuno di Río Azul, Guatemala Utara, menunjukkan bahwa Suku Maya meminum cokelat di sekitar tahun 400 SM.
Peradaban pertama yang mendiami daerah Meso-Amerika itu mengenal pohon
“kakawa” yang buahnya dikonsumsi sebagai minuman xocolātl yang
berarti minuman pahit. Menurut mereka, minuman ini perlu dikonsumsi
setiap hari, entah untuk alasan apa. Namun, tampaknya cokelat juga
menjadi simbol kemakmuran. Cara menyajikannya pun tak sembarangan.
Dengan memegang wadah cairan ini setinggi dada dan menuangkan ke wadah
lain di tanah, penyaji yang ahli dapat membuat busa tebal, bagian yang
membuat minuman itu begitu bernilai. Busa ini sebenarnya dihasilkan oleh
lemak
kokoa (cocoa butter) namun kadang-kadang ditambahkan juga busa
tambahan. Orang Meso-Amerika tampaknya memiliki kebiasaan penting minum
dan makan bubur yang mengandung cokelat. Biji dari pohon kakao ini
sendiri sangat pahit dan harus difermentasi agar rasanya dapat
diperolah. Setelah dipanggang dan dibubukkan hasilnya adalah cokelat
atau kokoa. Diperkirakan kebiasaan minum cokelat suku Maya dimulai
sekitar tahun 450 SM - 500 SM. Konon,
konsumsi cokelat dianggap sebagai simbol status penting pada masa itu.
Suku Maya mengonsumsi cokelat dalam bentuk cairan berbuih ditaburi lada merah,
vanila, atau rempah-rempah
lain. Minuman Xocoatl juga dipercaya sebagai pencegah lelah, sebuah
kepercayaan yang mungkin disebabkan dari kandungan theobromin di
dalamnya.
Ketika peradaban Maya klasik runtuh (sekitar tahun
900) dan digantikan oleh bangsa Toltec, biji kokoa
menjadi komoditas utama Meso-Amerika. Pada masa Kerajaan Aztec berkuasa (sampai sekitar tahun 1500 SM)
daerah yang meliputi Kota Meksiko saat ini dikenal sebagai daerah
Meso-Amerika yang paling kaya akan biji kokoa. Bagi suku Aztec biji
kokoa merupakan “makanan para dewa” (theobroma, dari
bahasa Yunani). Biasanya biji kokoa digunakan dalam upacara-upacara
keagamaan dan sebagai hadiah.
Cokelat juga menjadi barang mewah pada masa Kolombia-Meso Amerika,
dalam kebudayaan mereka yaitu suku Maya, Toltec, dan Aztec biji kakao (cacao bean) sering
digunakan sebagai mata uang.
Sebagai contoh suku Indian Aztec menggunakan sistem
perhitungan dimana satu ayam turki
seharga seratus biji kokoa dan satu buah alpukat seharga tiga biji kokoa.
Sementara tahun 1544 M,
delegasi Maya Kekchi dari Guatemala
yang mengunjungi istana Spanyol membawa hadiah, di antaranya minuman
cokelat.
Di awal abad ke-17, cokelat menjadi minuman penyegar yang digemari di
istana
Spanyol.
Sepanjang abad itu, cokelat menyebar di antara kaum elit Eropa,
kemudian lewat proses yang demokratis harganya menjadi cukup murah, dan
pada akhir abad itu menjadi minuman yang dinikmati oleh kelas pedagang.
Kira-kira 100 tahun setelah kedatangannya di Eropa, begitu terkenalnya
cokelat di London,
sampai didirikan “rumah cokelat” untuk menyimpan persediaan
cokelat, dimulai di rumah-rumah kopi. Rumah
cokelat pertama dibuka pada 1657.
Pada tahun 1689 seorang dokter dan kolektor bernama Hans Sloane,
mengembangkan sejenis minuman susu cokelat di Jamaika
dan awalnya diminum oleh suku apothekari, namun minuman ini kemudian
dijual oleh Cadbury bersaudara.
Semua cokelat Eropa awalnya dikonsumsi sebagai minuman. Baru pada 1847 ditemukan
cokelat padat. Orang Eropa membuang hampir semua rempah-rempah yang
ditambahkan oleh orang Meso-Amerika, tetapi sering mempertahankan vanila. Juga mengganti banyak bumbu sehingga
sesuai dengan selera mereka sendiri mulai dari resep khusus yang
memerlukan ambergris,
zat warna keunguan berlilin yang diambil dari dalam usus ikan paus,
hingga bahan lebih umum seperti kayu manis atau cengkeh. Namun, yang paling sering ditambahkan
adalah gula.
Sebaliknya, cokelat Meso-Amerika tampaknya tidak dibuat manis.
Cokelat Eropa awalnya diramu dengan cara yang sama dengan yang
digunakan suku Maya dan Aztec. Bahkan sampai sekarang,
cara Meso-Amerika kuno masih dipertahankan, tetapi di dalam mesin industri.
Biji kokoa masih sedikit difermentasikan, dikeringkan, dipanggang, dan
digiling. Namun, serangkaian teknik lebih rumit pun dimainkan. Bubuk
cokelat diemulsikan
dengan karbonasi
kalium
atau natrium
agar lebih mudah bercampur dengan air (dutched, metode
emulsifikasi yang ditemukan orang Belanda),
lemaknya dikurangi dengan membuang banyak lemak kokoa (defatted),
digiling sebagai cairan dalam gentong khusus (conched), atau
dicampur dengan susu
sehingga menjadi cokelat susu (milk chocolate).
Rasa cokelat
Rasa cokelat masih sulit didefinisikan. Dalam bukunya Kaisar Cokelat (Emperors of Chocolate), Joel Glenn Brenner menggambarkan riset terkini tentang rasanya. Menurutnya rasa cokelat tercipta dari campuran 1.200 macam zat, tanpa satu rasa yang jelas-jelas dominan. Sebagian dari zat itu rasanya sangat tidak enak kalau berdiri sendiri. Karenanya, sampai kini belum ada rasa cokelat tiruan.Efek psikologis yang terjadi saat menikmati cokelat dikarenakan titik leleh lemak kokoa ini terletak sedikit di bawah suhu normal tubuh manusia. Sebagai ilustrasi, bila anda memakan sepotong cokelat, lemak dari cokelat tersebut akan lumer di dalam mulut. Lumernya lemak kokoa menimbulkan rasa lembut yang khas dimulut, riset terakhir dari BBC mengindikasikan bahwa lelehnya cokelat di dalam mulut meningkatkan aktivitas otak dan debaran jantung yang lebih kuat daripada aktivitas yang dihasilkan dari ciuman mulut ke mulut, dan juga akan terasa empat kali lebih lama bahkan setelah aktivitas ini berhenti [5].Pemalsuan rasa
Pemalsuan rasa cokelat sering terjadi karena kokoa adalah bahan yang relatif mahal dibandingkan dengan gula atau minyak nabati. Kedua bahan ini sering digunakan untuk menggantikan kokoa.
Lemak kokoa sering digantikan minyak yang lebih murah, seperti lesitin dari kedelai atau minyak palem. Selain soal harga, dengan kedua bahan ini pelapisan cokelat menjadi lebih mudah. Perbandingan kokoa padat (komponen nonlemak pada biji yang digiling) juga cenderung rendah. Dalam cokelat batangan, misalnya, sekitar 20% gula-gula itu diisi cokelat.
Cokelat premium, di sisi lain, biasanya mengandung sekitar 50 - 70% cokelat padat. Karena mengandung lebih sedikit gula dan mungkin juga sedikit minyak nabati, cokelat pekat ini mengandung lebih sedikit kalori dari produk cokelat pada umumnya. Pantaslah bila para pencinta cokelat sering “protes” gara-gara cokelat disalahkan untuk masalah yang sebenarnya disebabkan oleh konsumsi gula berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar